Rabu, 25 Mei 2011

KARENA RENCANA TUHAN SUNGGUH INDAH

Aku tertegun mendengar kabar itu. Walaupun itu bukan dari mulutnya langsung, tapi aku mendapatkannya dari sumber yang bisa dipercaya, yaitu situs sosialnya. Aku benar-benar tak menyangka.
**
Belum lama ini dia datang padaku dengan senyum manisnya, menawarkan sebentuk cinta yang sempat hilang. Ku akui aku pun sempat sedikit melupakannya. Tapi begitu dia datang, cinta itupun kembali menyala.
Dia datang dengan diskusi tentang kasih ALLAH, tentang hukum-hukum dan larangan TUHAN, juga dengan penuh kasih menyemangatiku untuk terus bertumbuh dalam Kristus.
Tapi semua itu hilang tak berbekas saat aku tahu dia berhubungan dengan gadis lain. Apa salahku, TUHAN? Hanya itu yang selalu aku teriakkan. Tapi teriakanku menguap sia-sia. TUHAN seolah tak peduli dengan keputusasaanku.
**
“Kha, jangan lupa berangkat komsel nanti malam.” Pesan Carol, sahabatku.
Aku hanya melirik tak acuh. Buat apa berangkat komsel? Atau berangkat ibadah? Aku rajin berangkat komsel dan ibadah pun TUHAN tetap tak peduli padaku. Tanpa peduli pada ajakan Carol untuk berangkat komsel, aku memilih pergi menyendiri.
Hari-hari yang kulalui benar-benar buruk. Aku terus menerus mengurung diri di kamar. Tak peduli dengan keadaan sekelilingku. Bekerja pun aku lakukan tanpa konsentrasi. Tapi aku juga tak peduli dengan teguran dari kantor pusat ataupun dari atasanku langsung. Bagiku hidupku sudah berakhir.
**
“Kha. Ayo ikut aku sebentar!” belum juga sadar dari mimpi, Carol sudah menarik tanganku, memaksaku membuka mata.
“Ikut ke mana?” tanyaku.
“Kita ke gereja.” Ajaknya dengan semangat.
Ke geraja? Apa tidak salah? Aku sudah lebih dari 2 bulan absent ke gereja. Jangankan ke gereja, buka alkitab saja tidak pernah.
“Mau ngapain?” tanyaku malas.
“Ibadah dong. Ayo, 30 menit cukup kan buat siap-siap?” paksa Carol.
Akhirnya dengan malas aku menuruti Carol. Tapi benar-benar tidak niat. Mandi hanya sekedar basah, dandan juga sekedar menyisir rambut saja. Tapi Carol tak berkomentar lagi.
Dengan semangat Carol melajukan mobil di jalanan yang cukup padat untuk hari minggu pagi. Sambil menyanyi lagu rohani, dia berusaha berkonsentrasi menembus kemacetan.
Setelah kurang lebih 15 menit perjalanan, akhirnya sampai juga di pelataran parkir gereja. Sampai di ruang ibadah, Carol mengambil tempat di ujung kiri. Ibadah belum mulai. Jemaat yang datang pun belum ada setengah dari kapasitas ruang ibadah.
Iseng aku melayangkan pandangan ke seantero ruangan. Di pintu masuk kulihat seorang lelaki dengan fisik sangat mirip dengan seseorang yang telah menghancurkanku. Tak mau berlama-lama mengingat orang itu, aku kembali memandang ke depan.
“Hai. Carol.” Sapa seseorang.
Refleks aku menoleh. Lelaki yang kulihat tadi sekarang sudah duduk di sebelah Carol. Mereka saling menanyakan kabar lalu Carol memperkenalkan aku ke lelaki tersebut.
“Fa, kenalin nih, sahabat aku, namanya Mikha. Kha, ini salah satu aktifis gereja, Zefa.”
Lelaki itu menyodorkan tangannya. Aku membalas sekedarnya sambil menyebutkan nama.
Ibadah dimulai dan lagi-lagi aku tak peduli dengan isi ibadah itu. Aku asyik dengan pikiranku sendiri.
**
1 new message
Sender : +628574122….
”Tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih karunia yang dianugerahkan-Nya kepadaku tidak sia-sia. Sebaliknya, aku telah bekerja lebih keras dari pada mereka semua; tetapi bukannya aku, melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku.
Jangan lupa merenungkan firman TUHAN hari ini.
Semangat, Zefa.”
Aku tak mengerti apa yang dipikirkan Carol. Tanpa seijinku dia memberikan nomor handphoneku ke lelaki itu. Jadilah dia setiap hari menggangguku dengan sms-sms tentang firman TUHAN.
Aku masih dengan kekeras kepalaanku. Tak peduli dengan sms-sms seperti itu. Biarlah dia terus mengirim sms. Tapi tak pernah kubaca lagi apa isinya.
Sampai pada suatu hari dia tiba-tiba datang ke rumahku.
“Kamu ada waktu? Bisa ikut aku sebentar?” tanyanya halus.
“Mau ke mana?” aku balik bertanya.
Dia tersenyum, “Ada acara di Gereja. Dan aku ingin kamu ikut. Sekedar untuk mengubah suasana hati.” Jelasnya.
Setelah kupikir-pikir, tak ada salahnya keluar untuk sedikit menyegarkan pikiran. Akhirnya aku mengiyakan ajakannya.
Sampai di tempat yang dimaksud, aku tertegun. Dia membawaku ke salah satu panti asuhan di kota ini. Ada banyak orang gereja yang kukenal ada di sana termasuk Carol.
“Kamu lihat anak-anak yang ada di sini, Kha? Dibanding dengan mereka, kamu masih jauh lebih beruntung.” Kata Zefa pelan.
Aku menoleh sinis, “ apa maksudnya?”
Dia tersenyum kecil, “Paling tidak kamu masih punya orang tua yang lengkap, saudara juga temen-teman yang mengasihimu.” Kata Zefa lagi.
“Kamu nyindir aku?” tanyaku tak suka.
Lagi-lagi dia tersenyum. “Bukan, Kha. Aku Cuma ingin kamu bangkit. Nggak seharusnya kamu menyalahkan TUHAN. Kehendak TUHAN itu pasti baik buat kamu. TUHAN selalu ada buat kamu, kok. Percaya itu.”
“Tahu apa kamu tentang perasaanku? Aku kasih tahu sama kamu, jangan pernah lagi kamu campuri urusanku! Ingat itu!” bentakku kasar.
Tanpa menghiraukan panggilannya, aku berlari keluar dari halaman panti. Aku berjalan tanpa arah hingga akhirnya aku sampai di sebuah taman.
Tiba-tiba aku seperti mendengar seseorang berkata, Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!
Aku tersentak. Siapa yang berbicara? Tak ada seorang pun di sini. Benar-benar sepi.
Lelah aku berjalan, aku duduk di salah satu bangku taman itu. Berdiam diri sambil merenungi kalimat tadi.
“Kha.” Panggil seseorang.
Carol dan Zefa mendekat. Aku bisa melihat sisa air mata di wajah Carol.
“Akhirnya ketemu juga. Aku khawatir sama kamu.” Kata Carol sambil memelukku.
“Kenapa kalian khawatir?” tanyaku datar. Aku bahkan tak membalas pelukan Carol.
Carol melepaskan pelukannya lalu memandangku. “Karena kami sayang sama kamu. Kamu sahabatku, Kha.” Jawabnya pelan.
Zefa berjongkok di depanku. “Maaf kalau apa yang aku katakan tadi membuatmu tersinggung. Aku nggak ada maksud membuat kamu marah atau menyindir kamu. Aku Cuma ingin kamu ceria lagi. TUHAN selalu ada buat kamu. Dan apa pun yang TUHAN rencanakan untuk kamu pasti itu yang terbaik untuk kamu.”
“Sebelum kalian memanggilku tadi, apa kalian juga mengucapkan sesuatu?” tanyaku penasaran ingin tahu suara siapa tadi.
Carol dan Zefa berpandangan.
“Apa maksud kamu? Kami tadi berlari mengikuti sambil memanggil namamu. Tapi kamu cepat sekali berjalan. Kami hampir saja kehilangan kamu. Zefa yang melihat kamu duduk di taman ini. Langsung saja kami berlari ke sini memanggilmu.” Jawab Carol
Aku Cuma diam.
“Kha, kita pulang yuk.” Ajak Carol. Aku tak menjawab. Ku biarkan saja dia menggandeng tanganku. Badanku seolah lemas. Aku ingin tidur secepatnya.
**
Berhari-hari aku mencoba mencerna kata-kata yang seolah kudengar di taman waktu itu. Berhari-hari pula aku berdiam di kamar. Sampai pada sore itu, Carol datang bersama Zefa.
“Kha, kita ke gereja yuk.” Ajak Carol.
Tanpa bertanya lagi, aku mengiyakan ajakannya. Tapi kali ini beda. Aku sedikit rapi dan berdandan. Carol tersenyum melihat penampilanku tapi di tak berkomentar.
“Kamu cantik, Kha,” puji Zefa spontan. Aku Cuma tersenyum kecil mendengarnya.
Di gereja pun aku hanya diam. Duduk di antara Carol dan Zefa membuatku teringat kata-kata yang kudengar waktu itu.
“Kasih yang sempurna telah kuterima darimu………..”
“Takkan KAU biarkan aku melangkah hanya sendirian,KAU selalu ada bagiku,sebab KAU BAPA ku, BAPA yang kekal…”
Entah kenapa, aku sampai menangis saat menyanyikan pujian itu. Semua luka masa laluku seolah terbuka kembali. Tapi bukan sakit yang aku rasakan. Melainkan suatu kedamaian yang belum pernah kurasakan.
“Jangan kecewa saat hubunganmu berakhir. cinta dan sayang tidak bisa menahan seseorang dalam hidupmu! Jika dia memang bukan yang terbaik, sebesar apapun usahamu untuk bersamanya, kamu tidak akan pernah bisa memilikinya! Tapi jika memang dia yang terbaik dan takdirmu adalah bersamanya, maka sejauh apapun kalian terpisah pasti ada jalan yang akan mempertemukan! Percayalah, TUHAN sudah memilihkan pasangan ya tepat dan terbaik bagimu!” ucap suatu suara.
Aku memejamkan mata. Berusaha mencerna kata-kata itu. Barulah aku tersadar. Itu suara Roh Kudus. Lagi-lagi air mataku mengalir. Aku baru tersadar, TUHAN tak pernah meninggalkanku.
Pulang dari gereja, aku ajak Carol juga Zefa ke rumah. Aku ceritakan apa yang kudapat di gereja tadi. Carol tersenyum mendengarnya.
“Kamu benar, Kha. Itu suara Roh Kudus. Tuhan ingin kamu bangkit dari keterpurukan ini. Apa yang direncanakan TUHAN untuk kamu pasti itu yang terbaik untukmu. Jangan pernah merasa sendirian. Kamu masih punya keluarga yang menyayangi kamu, ada aku juga Zefa yang akan selalu menemani juga memberimu semangat, juga masih ada TUHAN yang selalu melindungi kamu.” Katanya sambil menggenggam tanganku.
Aku Cuma tersenyum kecil.
Sejak saat itu, aku mulai membaca alkitab lagi dari awal. Kurenungkan sedikit demi sedikit.
Kalau kebetulan Carol ke rumah atau bertemu Zefa di gereja, aku sering bertanya dan meminta pendapat mereka.
Aku juga baru sadar, akhir-akhir ini mamaku selalu tersenyum saat melihatku. “Kenapa, Ma?” tanyaku penasaran.
“Nggak apa-apa. Mama Cuma seneng kamu udah ceria lagi.” Jawab mama.
Aku tersenyum.
**
“Aku senang lihat kamu yang sekarang, Kha.” Kata Zefa sore itu sewaktu perjalanan pulang dari ibadah,
“Kenapa?” tanyaku.
“Karena kamu yang sekarang jauh berbeda dari Mikha yang kutemui pertama kali dulu. Kamu dulu itu sinis, cuek, bahkan terkesan sangat tidak peduli dengan sekelilingmu.” Jawabnya.
“Aku sadar sikapku dulu seperti apa. Tapi sekarang aku nggak mau lagi menepiskan kasih setia TUHAN terhadapku.” Kataku.
Zefa hanya mengangguk mengiyakan.
“Bukan Cuma kamu yang pernah dikhianati. Hampir semua orang di dunia pasti pernah merasa dikhianati, juga mengkhianati. Tapi lebih banyak lagi orang yang bangkit untuk memulai hari depan yang jauh lebih baik. Mintalah pada TUHAN, pasti didengarkanNYA permintaanmu. Seperti firman TUHAN di Yohanes 16 ayat 24b, Mintalah maka kamu akan menerima, supaya penuhlah sukacitamu.”
“Tapi kamu harus bisa mengerti juga, kalau TUHAN belum memberikan apa yang kamu minta, berarti kamu harus menunggu saat yang tepat di mana TUHAN akan memberikan apa yang kamu mau. TUHAN diam dan tak menjawab doa kamu bukan berarti TUHAN tak peduli padamu.” Jelasnya panjang lebar.
Aku diam dan merenungkannya. Ya, semua itu benar.
**
Sekarang aku tahu seperti apa rencana TUHAN untukku. Bukan lelaki yang hanya mencintai fisikku, tetapi lelaki yang mengasihiku, mencintai kekuranganku dan selalu memotivasiku untuk selalu bertumbuh dalam KRISTUS.
Terima kasih TUHAN. Kini aku sadar, kehendakMU lah yang terbaik untukku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar